Rabu, 16 November 2016

Teori pengembangan moral pendidikan dalam budi pekerti



Teori pengembangan moral pendidikan dalam budi pekerti

Terhadap hukuman moral atau budi pekerti yang melahirkan pertentangan antara perlu dan tidak perlu akhirnya memunculkan tiga jenis teori hukuman moral budi pekerti yang oleh Brubacher ( 1978: 210) masing-masing disebut teori balas dendam, teori perlindungan, dan teori pendidikan.
1.       Teori Balas Dendam
Teori balas dendam mengandung prinsip bahwa hukuman merupakan jenis balas dendam. Kerugian yang diderita olrang lain dapat dihapus atau diganti dengan kerugian yang sama terhadap orang yang berbuat pelanggaran. Prinsip ini didasarkan atas ketentuan hokum moral zaman kuno yang menyatakan : “ utang darah diganti darah ”. Teori ini juga didukung oleh bukti bahwa seseorang melakukan pelanggaran atau kejahatan dilandasi oleh penuh kesadaran. Seorang anak tahu bahwa tindakan yang dikehendakinya salah, namun tetap dilakukan meskipun ia mengetahuinya. Ia melakukannya karena penuh dengan kedengkian yang telah direncanakan sebelumnya. Untuk menghadapi masalah tersebut, hukum moral harus menunjukkan fungsinya dengan menjatuhkan hukuman yang mamdai sebagai penebus dosa.
2.       Teori perlindungan
Teori ini berisi ketentuan bahwa hukuman dapat dijatuhkan kepada seseorang untuk melindungi masyarakat dengan memberi contoh hukuman kepada si pelanggar. Hukuman ini tidak bermaksud menghapus kesalahan si pelanggar, melainkan lebih meyakinkan masyarakat untuk melawan pelanggaran sejenis bagi kepentingan hidup yang aman dan damai. Perilaku si pelanggar yang antisosial merupakan ancaman bagi keberadaan kewenangan dan wibawa kelompok atau masyarakat bahkan sekolah. Kelemahan teori ini adalah balas dendam sebagai dorongan untuk menghukum seseorang mungkin terlalu keras sehingga mengakibatkan orang yang dihukum malahan sakit hati dan bukannya memperoleh peringatan.
3.       Teori pendidikan
Teori ini umumnya dianut oleh sekolah. Teori pendidikan mengandung bahwa kedua teori diatas, mengandung kelemahan, yaitu terlalu buruk atau keras sehingga menyingkirkan aspek rehabilitasi anak yang keras kepala. Prinsip yang dianut oleh teori ini adalah hukuman tidak boleh dijatuhkan kepada seseorang jika tidak mengandung upaya membina atau mendidik kembali sesuai dengan kehendak masyarakat yang berharap moral harus ditegakkan dalam masyarakat. Si pelanggar harus diberi kesempatan untuk melihat diri sendiri mengenai perbuatannya seperti orang lain melihat dirinya. Namun, jika ia gagal untuk memahami diri dan gagal pula menerima atauran moral maka hukuman yang dijalaninya juga berarti mengalami kegagalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar