Sabtu, 12 November 2016

ASAS POKOK PENDIDIKAN


ASAS POKOK PENDIDIKAN 

Asas pendidikan merupakan sesuatu kebenaran yang menjadi dasar atau tumpuan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan (Hartoto, 2008, dalam Jurnal Ilmu Pendidikan). Jadi, asas pendidikan itu lebih memfokuskan perhatian kepada cara penyelenggaraan pendidikan yang dilandasi oleh pemikiran-pemikiran tentang bagaimana layaknya pendidikan itu diselenggarakan.
Khusus untuk pendidikan di Indonesia, terdapat sejumlah asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Asas–asas tersebut bersumber dari kecenderungan umum  pendidikan di dunia dan bersumber dari pemikiran dan pengalaman sepanjang sejarah upaya pendidikan di Indonesia (Umar Tirtarahardja dan La Sulo, 1994: 117).
1.      ASAS TUT WURI HANDAYANI
Asas Tut wuri Handayani merupakan asas pendidikan Indonesia yang bersumber dari asas Pendidikan Taman Siswa yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu seorang perintis kemerdekaan dan pendidikan nasional.
Makna Tut wuri Handayani adalah:
a.       Tut wuri: Mengikuti perkembangan sang anak dengan penuh perhatian berdasarkan cinta kasih  dan tanpa pamrih.
b.      Handayani: Mempengaruhi dalam arti merangsang, memupuk, membimbing, dan menggairahkan anak agar sang anak mengembangkan pribadi masing-masing melalui disiplin pribadi (Arga, 2011, dalam Jurnal Ilmu Pendidikan).
Asas Tut wuri Handayani yang dikumandangkan oleh Ki Hajar tersebut mendapat tanggapan positif dari Drs. RMP Sosrokartono (filsuf dan ahli bahasa) dengan menambahkan dua semboyan untuk melengkapinya, yakni Ing Ngarso Sung Tulada dan Ing Madya Mangun Karsa. Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas, yaitu:
a.       Ing Ngarso Sung Tulada (jika di depan menjadi contoh)
b.      Ing Madya Mangun Karsa (jika di tengah-tengah membangkitkan kehendak, hasrat atau motivasi)
c.       Tut wuri Handayani (jika di belakang mengikuti dengan awas)
Asas Tut Wuri Handayani ini bermakna bahwa setiap orang berhak mengatur dirinya sendiri dengan berpedoman kepada tata tertib kehidupan yang umum. Menurut asas ini, dalam penyelenggaraan pendidikan, seorang guru merupakan  pemimpin yang berdiri di belakang dengan bersemboyan “tut wuri handayani”, yaitu tetap mempengaruhi dengan memberi kesempatan kepada anak didik untuk berjalan sendiri dan tidak terus-menerus dicampuri, diperintah atau dipaksa. Guru hanya wajib menyingkirkan segala sesuatu yang merintangi jalannya anak serta hanya bertindak aktif dan mencampuri tingkah laku atau perbuatan anak apabila anak didik tidak dapat menghindarkan diri dari berbagai rintangan. Dapat dikatakan bahwa asas Tut Wuri Handayani ini merupakan cikal bakal dari pendekatan atau cara belajar siswa aktif (Umar Tirtarahardja dan La Sulo, 1994: 123)..

2.      ASAS BELAJAR SEPANJANG HAYAT
Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang tidak pernah sempurna, dia selalu berkembang mengikuti perkembangan yang terjadi di lingkungan kehidupannya. Dewasa ini, akibat kemajuan ilmu dan teknologi yang amat pesat, terjadi perubahan yang amat pesat dalam berbagai aspek kehidupan. Akibatnya, apa yang dipelajari oleh seseorang pada beberapa tahun yang lalu dapat menjadi tidak berarti atau tidak bermanfaat lagi. Hal ini disebabkan karena apa yang telah dipelajarinya sudah tidak relevan lagi dengan berbagai masalah kehidupan yang dihadapinya. Jadi, implikasi dari kemajuan ilmu dan teknologi yang amat pesat tersebut ialah seseorang dituntut untuk mau dan mampu belajar sepanjang hayat (Tim Pembina MK Pengantar Pendidikan, 2008, dalam Bahan Ajar Pengantar Pendidikan).
Asas belajar sepanjang hayat merupakan sudut pandang dari sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup. Ini sesuai dengan hadist Nabi Muhammad SAW yang sudah tidak asing lagi ditelinga, beliau bersabda yang artinya: ”Tuntutlah ilmu dari buaian sampai meninggal dunia”. Jadi, Islam telah lama mengenal konsep belajar sepanjang ayat ini jauh sebelum orang-orang Barat mengangkatnya (Rangga, 2011, dalam Jurnal Ilmu Pendidikan).
Pendidikan seumur hidup adalah pendidikan yang harus:
a.       Meliputi seluruh hidup setiap individu
b.      Mengarahkan kepada pembentukan, pembaharuan, peningkatan dan penyempurnaan secara sistematis pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat meningkatkan kondisi hidupnya
c.       Tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri setiap individu
d.      Meningkatkan kemampuan dan motivasi untuk belajar mandiri
e.       Mengakui kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi, termasik yang formal, non formal dan informal (La Sulo, 1990: 25-26).
Dalam latar pendidikan seumur hidup, proses belajar-mengajar di sekolah seharusnya mengemban sekurang-kurangnya dua misi, yaitu:
1.      Memberikan pembelajaran kepada peserta didik dengan efesien dan efektif
2.      Meningkatkan kemauan dan kemampuan belajar mandiri sebagai dasar dari belajar sepanjang hayat
Kurikulum yang dapat dirancang dan  diimplementasikan yaitu kurikulum yang memperhatikan dua dimensi, yaitu sebagai berikut:
1.      Dimensi vertikal dari kurikulum sekolah, meliputi keterkaitan dan kesinambungan antar tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa depan
2.      Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah yaitu katerkaitan antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah.
Perancangan dan implementasi kurikulum yang memperhatikan kedua dimensi itu akan mengakrabkan peserta didik dengan berbagai sumber belajar yang ada di sekitarnya. Kemampuan dan kemauan menggunakan sumber belajar yang tersedia itu akan memberi peluang terwujudnya belajar sepanjang hayat. Masyarakat yang mempunyai warga yang belajar sepanjang hayat akan menjadi suatu masyarakat yang gemar belajar (learning society). Dengan kata lain, akan terwujudlah gagasan pendidikan seumur hidup seperti yang tercermin di dalam sistem pendidikan nasional Indonesia (Umar Tirtarahardja dan La Sulo, 1994: 123).
3.      KEMANDIRIAN DALAM BELAJAR
Asas Tut Wuri Handayani dan asas belajar sepanjang hayat secara langsung sangat erat kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas Tut Wuri Handayani didasarkan pada asumsi bahwa dalam kegiatan belajar-mengajar peserta didik mampu untuk mandiri dalam belajar. Kemandirian dalam belajar itu dapat dikembangkan dengan menghindari campur tangan guru, namun guru selalu siap untuk membantu apabila diperlukan. Selanjutnya, asas belajar sepanjang hayat hanya dapat diwujudkan apabila didasarkan pada pendapat bahwa peserta didik mau dan mampu mandiri dalam belajar. Oleh karena itu, tidak mungkin seseorang belajar sepanjang hayatnya apabila selalu tergantung dari bantuan guru atau pun orang lain.
Perwujudan asas kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran utama sebagai fasilitator, informator dan motivator. Sebagai fasilitator, guru diharapkan dapat menyediakan dan mengatur berbagai sumber belajar dengan sedemikian rupa, sehingga memudahkan peserta didik berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut. Sebagai informator, guru harus menyadari bahwa dirinya hanya merupakan bagian kecil dari sumber-sumber informasi yang ada. Oleh karena itu, guru perlu memberikan dan bahkan merangsang peserta didik untuk mencari informasi selain dari dirinya sendiri. Sedangkan sebagai motivator, guru mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk dapat memanfaatkan sumber belajar secara maksimal (Umar Tirtarahardja dan La Sulo, 1994: 123).
Terdapat beberapa strategi belajar-mengajar yang dapat mengembangkan kemandirian dalam belajar, yaitu:
a.       Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
b.      Belajar dari modul, paket belajar, dan sebagainya
c.       Belajar dengan didukung oleh suatu pusat sumber belajar (PSB) yang memadai. PSB memberi peluang tersedianya berbagai jenis sumber belajar, di samping bahan di perpustakaan. Dengan dukungan PSB itu asas kemandirian dalam belajar akan lebih dimantapkan dan dikembangkan (Umar Tirtarahardja dan La Sulo, 1994: 123).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar