Kamis, 24 November 2016

Pengaruh Politik terhadap pendidikan



Pengaruh Politik terhadap pendidikan

Tidak bisa dibantah bahwa politik pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya positif dan solid, bahkan ada yang menyatakan "runyam". Masalahnya sekarang ialah bagaimana upaya yang harus kita lakukan untuk membangun politik pendidikan yang solid dan menjanjikan itu.
Banyak cara dapat dilakukan untuk membangun politik pendidikan di suatu negara; namun keseluruhan cara itu umumnya berawal dari komitmen para penentu politik pendidikan itu sendiri, yang dalam hal ini antara lain ialah para elite politik, pejabat pemerintah serta para pengambil kebijakan negara.
            Mereka semua harus diketuk hatinya supaya memiliki komitmen yang memadai sehingga dapatbersikap "sadar didik" (sense of education). Artinya, menyadari pentingnya pendidikan untuk membangun manusia dan bangsanya. Tanpa pendidikan (yang baik) tidaklah mungkin suatu bangsa dapat berkembang secara konstruktif dinamis.
Komitmen seperti itulah yang belum dimiliki oleh kebanyakan elite politik, pejabat pemerintah, serta para pengambil kebijakan pemerintahan lainnya di negara kita pada umumnya. Para "petinggi" negara kita sampai hari ini masih lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat jangka pendek daripada jangka panjang.
Mereka umumnya lebih senang membuat keputusan-keputusan politik untuk kepentinganhari ini daripada kepentingan hari esok. Mereka tampaknya lebih asyik bercengkerama dengan kepastian sekelompok orang yang ada sekarang daripada nasib bangsa seperempat atau setengah abad yang akan datang.
Mereka harus disadarkan bahwa nasib bangsa kita sepuluh, dua puluh, dan tiga puluh tahun lagi sangat ditentukan bagaimana kita mengelola pendidikan hari ini. Hal itu berarti, kalau kita membuat kekeliruan dalam mengelola pendidikan di hari ini maka akibatnya akan dirasakan oleh anak cucu kita di masa yang akan datang.
Di samping itu, dari kalangan pendidik juga harus ada kesadaran untuk bisa menyelami dunia politik. Maksudnya, masyarakat pendidikan harus aktif mempengaruhi para pengambil keputusan di bidang pendidikan. Dengan begitu, kaum pendidik tidak lagi terkungkung dalam dunianya, melainkan memiliki ruang gerak yang lebih leluasa dan signifikan. Jangan sampai ada apriori berlebihan yang menganggap politik itu selalu bermuka dua dan berkubang kemunafikan, sehingga dengan mempolitikkan pendidikan berarti melakukan perbuatan tercela.
Paling tidak, kaum pendidik harus berani memberikan pencerahan kepada para politisi bahwasanya pendidikan itu bersifat antisipatoris dan prepatoris, yaitu selalu mengacu ke masa depan dan selalu mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi kehidupan mendatang. Kalau kemudian ada kesan bahwa pendidikan tak dapat berbuat apa-apa saat ini, maka asumsi tersebut harus dirubah. Ke depan, pendidikan harus punya andil yang lebih besar dalam membentuk tata kehidupan sosial, budaya, ekonomi, politik, dan kemajuan peradaban bangsa.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Bahkan, dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas ditegaskan bahwa, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dengan demikian, jelaslah bahwa pendidikan bisa dijadikan sebagai sarana membangun kehidupan sosial politik dan peradaban bangsa yang unggul. Karena, manusia-manusia yang lahir dari rahim pendidikan adalah manusia-manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, berimanan, berakhlak mulia, memiliki kompetensi dan profesionalitas serta sebagai warga negara yang bertanggung jawab.
Tentu saja, ada prinsip-prinsip yang diterapkan dalam penyelenggaraan pendidikan agar berfungsi untuk mendorong memantapkan kehidupan sosial politik dan peradaban bangsa yang unggul tersebut, sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 4, yaitu:
(1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
(2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
(3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
(4) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
(5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
(6) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Keberanian kaum pendidik meluruskan arah pemikiran politisi tentang pendidikan sudah barang tentu merupakan terobosan besar, yang pada saatnya nanti diharapkan akan mampu melahirkan suatu budaya politik baru, budaya politik yang akan mendorong pelaku politik kita bertindak jujur dan cerdas, adil dan anti korupsi, atau paling tidak bersedia meredusir unsur-unsur hedonistis dan mengoptimalkan watak humanistik-patriotik.

Komitmen dan kesadaran seperti itulah yang harus kita tumbuhkembangkan secara bersama untuk membangun politik pendidikan yang solid dan menjanjikan. Tanpa adanya politik pendidikan yang solid kita tidak akan mampu menjadi bangsa yang besar. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar