Permasalahan Pendidikan di Indonesia
Memasuki abad
ke-21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut
bukan disebabkan oleh
kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi
lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan
pendidikandi Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang
mendasar.
Salah satunya
adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globslisasi dirasakan kuat dan terbuka.
Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa
Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia
yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan
Negara lain.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan di dalam mutu pendidikan.
Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita
membandingkannya dengan Negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang
dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh
karana itu, kiata seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia
yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di Negara-negara lain.
Ada banyak penyabab mengapa mutu pendidikan di Indonesia, baik pendidikan
formal maupun informal, dinilai rendah. Penyebab rendahnya mutu pendidikan adalah masalah Sekularisme,efektifitas, dan
efisiensi pengajaran.
1. Sekularisme sebagai pradigma
pendidikan
Jarang ada orang mau mengakui dengan jujur, sistem pendidikan kita adalah
sistem yang sekular-materialistik. Biasanya yang dijadikan argumentasi, adalah
UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal 4 ayat 1 yang berbunyi,”Pendidikan
nasional bertujuan membentuk manusia yang beriamn dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi muliah, sehat, berilmu, cakap serta
menjadi warga negara yang demokrstis dan bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan masyarakat dan tanah air.”
Tapi perlu diingat,
sekularisme itu tidak otomatis selalu anti agama. Tidak selalu anti
"iman" dan anti "taqwa". Sekularisme itu hanya menolak
peran agama untuk mengatur kehidupan publik, termasuk aspek pendidikan. Jadi,
selama agama hanya menjadi masalah privat dan tidak dijadikan asas untuk menata
kehidupan publik seperti sebuah sistem pendidikan, maka sistem pendidikan itu
tetap sistem pendidikan sekular, walaupun para individu pelaksana sistem itu
beriman dan bertaqwa (sebagai perilaku individu Secara kelembagaan,
sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama).
Melalui madrasah, institut
agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan
umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejuruan serta perguruan tinggi
umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat
kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas
dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter
siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang
tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar sebagai salah satu aspek yang
perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan dari seluruh aspek kehidupan.
2. Efektifitas pendidikan di Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah
suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan
mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan.
Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk
dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat
berguna.
Efektifias atau Kualitas pendidikan di
Indonesia sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data
UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development
Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan
penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia
Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati
urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political
and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada
pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah
Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia
memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57
negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama
Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi
dari 53 negara di dunia.
Kualitas pendidikan Indonesia
yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD
, ternyata hanya delapan sekolah saja yang
mendapat pengakuan
dunia dalam kategori
The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya
delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years
Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang
mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar