Kamis, 08 Desember 2016

Klasifikasi dan Hirarki Nilai



Klasifikasi dan Hirarki Nilai

Klasifikasi Nilai
Dalam teori nilai yang digagasnya, Spranger (Mulyana, 2004: 32) menjelaskan ada enam orientasi nilai yang sering dijadikan rujukan oleh manusia dalam kehidupannya. Dalam pemunculannya, enam nilai tersebut cenderung menampilkan sosok yang khas terhadap pribadi seseorang. Ke-enam nilai tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Nilai teoretik: Nilai ini melibatkan pertimbangan logis dan rasional dalam memikirkan dan membuktikan kebenaran sesuatu. Nilai teoretik memiliki kadar benar-salah menurut pertimbangan akal. Oleh karena itu nilai erat dengan konsep, aksioma, dalil, prinsip, teori dan generalisasi yang diperoleh dari sejumlah dan pembuktian ilmiah. Komunitas manusia yang tertarik pada nilai ini adalah para filosof dan ilmuwan.
  2. Nilai ekonomis: Nilai ini terkait dengan pertimbangan nilai yang berkadar untung-rugi. Objek yang ditimbangnya adalah “harga” dari suatu barang atau jasa. Karena itu, nilai ini lebih mengutamakan kegunaan sesuatu bagi kehidupan manusia. Oleh karena pertimbangan nilai ini relatif pragmatis, Spranger melihat bahwa dalam kehidupan manusia seringkali terjadi konflik antara kebutuhan nilai ekonomis ini dengan nilai lainnya. Kelompok manusia yang tertarik nilai ini adalah para pengusaha dan ekonom.
  3. Nilai estetik: Nilai estetik menempatkan nilai tertingginya pada bentuk dan keharmonisan. Apabila nilai ini ditilik dari subyek yang memiliknya, maka akan muncul kesan indah-tidak indah. Nilai estetik berbeda dengan nilai teoretik. Nilai estetik lebih mengandalkan pada hasil penilaian pribadi seseorang yang bersifat subyektif, sedangkan nilai teroretik lebih melibatkan penilaian obyektif yang diambil dari kesimpulan atas sejumlah fakta kehidupan. Nilai estetik banyak dimiliki oleh para seniman seperti musisi, pelukis, atau perancang model.
  4. Nilai sosial: Nilai tertinggi dari nilai ini adalah kasih sayang di antara manusia. Karena itu kadar nilai ini bergerak pada rentang kehidupan yang individualistik dengan yang altruistik. Sikap yang tidak berpraduga jelek terhadap orang lain, sosiabilitas, keramahan, serta perasaan simpati dan empati merupakan kunci keberhasilan dalam meraih nilai sosial. Nilai sosial ini banyak dijadikan pegangan hidup bagi orang yang senang bergaul, suka berderma, dan cinta sesama manusia.
  5. Nilai politik: Nilai tertinggi dalam nilai ini adalah kekuasaan. Karena itu, kadar nilainya akan bergerak dari intensitas pengaruh yang rendah sampai pengaruh yang tinggi (otoriter). Kekuatan merupakan faktor penting yang berpengaruh pada diri seseorang. Sebaliknya, kelemahan adalah bukti dari seseorang kurang tertarik pada nilai ini. Dilihat dari kadar kepemilikannya nilai politik memang menjadi tujuan utama orang-orang tertentu seperti para politisi dan penguasa.
  6. Nilai agama: Secara hakiki sebenarnya nilai ini merupakan nilai yang memiliki dasar kebenaran yang paling kuat dibandingkan dengan nilai-nilai sebelumnya. Nilai ini bersumber dari kebenaran tertinggi yang datangnya dari Tuhan. Nilai tertinggi yang harus dicapai adalah kesatuan (unity). Kesatuan berarti adanya keselarasan semua unsur kehidupan, antara kehendak manusia dengan kehendak Tuhan, antara ucapan dengan tindakan, antara i’tikad dengan perbuatan. Spranger melihat bahwa pada sisi nilai inilah kesatuan filsafat hidup dapat dicapai. Di antara kelompok manusia yang memiliki orientasi kuat terhadap nilai ini adalah para nabi, imam, atau orang-orang sholeh.
Hirarki Nilai
Menurut Scheler (Mulyana, 2004: 38), nilai dalam kenyataannya ada yang lebih tinggi dan ada juga yang lebih rendah jika dibandingkan dengan yang lainnya. Oleh karena itu, nilai menurut Scheler memiliki hierarki yang dapat dikelompokkan ke dalam empat tingkatan, yaitu:
  1. Nilai kenikmatan. Pada tingkatan ini terdapat sederet nilai yang menyenangkan atau sebaliknya yang kemudian orang merasa bahagia atau menderita.
  2. Nilai kehidupan. Pada tingkatan ini terdapat nilai-nilai yang penting bagi kehidupan, misalnya kesehatan, kesegaran badan, kesejahteraan umum dan lain-lain.
  3. Nilai kejiwaan. Pada tingkatan ini terdapat nilai kejiwaan yang sama sekali tidak bergantung pada keadaan jasmani atau lingkungan. Nilai-nilai semacam ini adalah keindahan, kebenaran dan pengetahuan murni yang dicapai melalui filsafat.
  4. Nilai Kerohanian. Pada tingkatan ini terdapat nilai yang suci maupun tidak suci. Nilai-nilai ini terutama lahir dari ketuhanan sebagai nilai tertinggi.
Hierarki nilai tersebut ditetapkan Scheler dengan menggunakan empat kriteria, yaitu: semakin lama semakin tinggi tingkatannya; semakin dapat dibagikan tanpa mengurangi maknanya, semakin tinggi nilainya; semakin tidak tergantung pada nilai-nilai lain, semakin tinggi esensinya; semakin membahagiakan, semakin tinggi fungsinya.
Daftar pustaka
Mulyana, R. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar